Selasa, 28 Oktober 2014

Pemimpin Bukan Pilihan Rakyat




Indonesia sebentar lagi memilih presiden dan wakil presiden. Salah satu calon presiden yg digadang2 adalah Jokowi. Karir Jokowi melesat bagi anak panah yang ditembakan dari busurnya. Sebagai walikota Solo, dipuji2 dan dinilai telah sukses besar, meski banyak juga yang meragukan berita itu. Karirnya terus melaju saat sukses memenangkan pilgub DKI Jakarta. Kota Solo, secara undang2 otomatis digantikan oleh wakil walikotanya yakni FX Hadi Rudyatmo.

Setelah Sukses menempatkan Fransiskus Xaverius Hadi Rudyatmo menjadi walikota Solo, kini Jokowi menjabat gubernur DKI dan diwakili oleh Basuki Tjayaja Purnama ( Ahok ). Tidak sampai 2 tahun menjabat gubenur DKI, Jokowi kembali mencoba karir politiknya melalui Pilpres 2014. Apabila Jokowi memenangkan pilpres maka, otomatis menurut undang-undang, Ahok akan menempati posisi sebagai gubernur Jakarta.

Fenomena ini unik, karena dua kota ini memiliki pemimpin daerah yang sebenarnya tidak dipilih oleh rakyat melalui pilkada. Oleh sebagian besar masyarakat, cara2 ini dinilai LICIK dan MENIPU. Karena 2 Kota tersebut akhirnya memiliki pemimpin daerah yang sebenanya bukan pilihannya, meski mereka adalah wakilnya. Apalagi wakil2 yang dipilih Jokowi adalah SELERAnya yang DIRAGUKAN atau bahkan MUSTAHIL akan memenangkan pilkada bila maju sendiri jadi walikota/gubernur.
Jadi, bagi masyarakat yg MENYESALI proses politik tersebut, harusnya mulai SADAR bahwa memilih seorang Pemimpin daerah adalah JUGA memilih wakilnya. Bagi kalangan terpelajar mungkin sudah paham, tapi bagi masyarakat awam, KASUS macam ini tidak dipahaminya.
Sehingga pada pilpres kali ini masyarakat banyak yang MENGKHAWATIRKAN proses yang serupa, dimana wakil Jokowi akan menggantikannya jadi Presiden. Kini Jokowi dikhawatirkan memilih kembali wakil presidennya sesuai dengan SELERANYA.

Pada Pasal 8 ayat (1) UUD 1945 (setelah diamendemen)mengatakan jika presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya, ia digantikan oleh wakil presiden sampai habis masa jabatannya, sama dengan ketentuan yang diatur dalam UUD 1945 asli.
Kehawatiran itu bagi masyarakat sedikit sirna lantaran ada kabar terakhir bahwa yang akan menjadi wakil Jokowi adalah Jusuf Kalla, seorang pengusaha MUSLIM, mantan wapres, dan "bernasab" nahdilyin. Meski banyak yang menduga ini bukan SELERA Jokowi, namun Jokowi harus mengalah dengan pandangan umum rakyat Indonesia.

NAMUN bagi Penulis, ada celah bagi Jokowi, kembali MENGEBIRI Undang-undang. Memang sudah jelas bahwa Prsesiden mangkat maka digantikan dengan wakilnya seperti pasal 8 ayat (1) UUD 1945. NAMUN yang menjadi pertanyaan, bagaimana kalau WAPRESnya YANG MANGKAT/BERHALANGAN?
Pada Ayat (2) Pasal yang sama dengan tegas mengatur: ‘Dalam hal terjadi kekosongan Wakil Presiden, selambat-lambatnya dalam waktu enampuluh hari, Majelis Permusyawaratan Rakyat menyelenggarakan sidang untuk memilih Wakil Presiden dari dua calon yang diusulkan oleh Presiden’. Pasal ini jelas sekali mengatur bagaimana wakil presiden baru dipilih jika wakil presiden yang ada diberhentikan, atau mengundurkan diri.

Jadi pada saat seperti inilah Jokowi memiliki hak prerogatif memilih siapa wakil presidennya. Tentu SELERA Jokowi mau tidak mau harus dilaksanakan oleh MPR sesuai dengan Undang-Undang. Jadi, rakyat Indonesiapun harus siap2 merasakan apa yang dirasakan masyarakat Solo dan DKI Jakarta. Bedanya, Solo dan DKI satu langkah, Indonesia dua langkah. Dan Proses ini berlangsung hanya 60 hari !
Shere untuk kecerdasan rakyat Inonesia.

Wassalam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tolong komentarnya berhubungan dengan artikel yang ada. Komentar yang mengarah ke tindakan spam akan di hapus atau terjaring secara otomatis oleh spam filter.