Minggu, 04 Desember 2011

Bukti Kebenaran Al Quran


Sekarang kita bicara bukti-bukti ilmiyah dalam alqur'an dan setelah saya
berikan bukti-buktinya maka saya mau minta bukti ilmiyah dari injil
berupa bukti nyata yang bisa dipercaya secara ilmiyah.

antara lain bukti-bukti yang terdapat dalam alqur'an adalah

1. Kemenangan Bizantium.

Penggalan berita lain yang disampaikan Al Qur’an tentang peristiwa
masa depan ditemukan dalam ayat pertama Surat Ar Ruum, yang merujuk
pada Kekaisaran Bizantium, wilayah timur Kekaisaran Romawi. Dalam
ayat-ayat ini, disebutkan bahwa Kekaisaran Bizantium telah mengalami
kekalahan besar, tetapi akan segera memperoleh kemenangan.

“Alif, Lam, Mim. Telah dikalahkan bangsa Romawi, di negeri yang
terdekat dan mereka sesudah dikalahkan itu akan menang, dalam beberapa
tahun (lagi). Bagi Allah-lah urusan sebelum dan sesudah (mereka
menang).” (Al Qur’an, 30:1-4)

Ayat-ayat ini diturunkan kira-kira pada tahun 620 Masehi, hampir tujuh
tahun setelah kekalahan hebat Bizantium Kristen di tangan bangsa
Persia, ketika Bizantium kehilangan Yerusalem. Kemudian diriwayatkan
dalam ayat ini bahwa Bizantium dalam waktu dekat menang. Padahal,
Bizantium waktu itu telah menderita kekalahan sedemikian hebat hingga
nampaknya mustahil baginya untuk mempertahankan keberadaannya
sekalipun, apalagi merebut kemenangan kembali. Tidak hanya bangsa
Persia, tapi juga bangsa Avar, Slavia, dan Lombard menjadi ancaman
serius bagi Kekaisaran Bizantium. Bangsa Avar telah datang hingga
mencapai dinding batas Konstantinopel. Kaisar Bizantium, Heraklius,
telah memerintahkan agar emas dan perak yang ada di dalam gereja
dilebur dan dijadikan uang untuk membiayai pasukan perang. Banyak
gubernur memberontak melawan Kaisar Heraklius dan dan Kekaisaran
tersebut berada pada titik keruntuhan. Mesopotamia, Cilicia, Syria,
Palestina, Mesir dan Armenia, yang semula dikuasai oleh Bizantium,
diserbu oleh bangsa Persia. (Warren Treadgold, A History of the
Byzantine State and Society, Stanford University Press, 1997, s.
287-299.)

Pendek kata, setiap orang menyangka Kekaisaran Bizantium akan runtuh.
Tetapi tepat di saat seperti itu, ayat pertama Surat Ar Ruum
diturunkan dan mengumumkan bahwa Bizantium akan mendapatkan kemenangan
dalam beberapa+tahun lagi. Kemenangan ini tampak sedemikian mustahil
sehingga kaum musyrikin Arab menjadikan ayat ini sebagai bahan
cemoohan. Mereka berkeyakinan bahwa kemenangan yang diberitakan Al
Qur’an takkan pernah menjadi kenyataan.

Sekitar tujuh tahun setelah diturunkannya ayat pertama Surat Ar Ruum
tersebut, pada Desember 627 Masehi, perang penentu antara Kekaisaran
Bizantium dan Persia terjadi di Nineveh. Dan kali ini, pasukan
Bizantium secara mengejutkan mengalahkan pasukan Persia. Beberapa
bulan kemudian, bangsa Persia harus membuat perjanjian dengan
Bizantium, yang mewajibkan mereka untuk mengembalikan wilayah yang
mereka ambil dari Bizantium. (Warren Treadgold, A History of the
Byzantine State and Society, Stanford University Press, 1997, s.
287-299.)

Akhirnya, “kemenangan bangsa Romawi” yang diumumkan oleh Allah
dalam Al Qur’an, secara ajaib menjadi kenyataan.

Keajaiban lain yang diungkapkan dalam ayat ini adalah pengumuman
tentang fakta geografis yang tak dapat ditemukan oleh seorangpun di
masa itu.

Dalam ayat ketiga Surat Ar Ruum, diberitakan bahwa Romawi telah
dikalahkan di daerah paling rendah di bumi ini. Ungkapan “Adnal
Ardli” dalam bahasa Arab, diartikan sebagai “tempat yang dekat”
dalam banyak terjemahan. Namun ini bukanlah makna harfiah dari kalimat
tersebut, tetapi lebih berupa penafsiran atasnya. Kata “Adna”
dalam bahasa Arab diambil dari kata “Dani”, yang berarti
“rendah” dan “Ardl” yang berarti “bumi”. Karena itu,
ungkapan “Adnal Ardli” berarti “tempat paling rendah di
bumi”.

Yang paling menarik, tahap-tahap penting dalam peperangan antara
Kekaisaran Bizantium dan Persia, ketika Bizantium dikalahkan dan
kehilangan Jerusalem, benar-benar terjadi di titik paling rendah di
bumi. Wilayah yang dimaksudkan ini adalah cekungan Laut Mati, yang
terletak di titik pertemuan wilayah yang dimiliki oleh Syria,
Palestina, dan Jordania. “Laut Mati”, terletak 395 meter di bawah
permukaan laut, adalah daerah paling rendah di bumi.

Ini berarti bahwa Bizantium dikalahkan di bagian paling rendah di
bumi, persis seperti dikemukakan dalam ayat ini.

Hal paling menarik dalam fakta ini adalah bahwa ketinggian Laut Mati
hanya mampu diukur dengan teknik pengukuran modern. Sebelumnya,
mustahil bagi siapapun untuk mengetahui bahwasannya ini adalah wilayah
terendah di permukaan bumi. Namun, dalam Al Qur’an, daerah ini
dinyatakan sebagai titik paling rendah di atas bumi. Demikianlah, ini
memberikan bukti bahwa Al Qur’an adalah wahyu Ilahi.

2. Mengembangnya alam semesta.

Dalam Al Qur’an, yang diturunkan 14 abad silam di saat ilmu
astronomi masih terbelakang, mengembangnya alam semesta digambarkan
sebagaimana berikut ini:

“Dan langit itu Kami bangun dengan kekuasaan (Kami) dan sesungguhnya
Kami benar-benar meluaskannya.” (Al Qur’an, 51:47)

Kata “langit”, sebagaimana dinyatakan dalam ayat ini, digunakan di
banyak tempat dalam Al Qur’an dengan makna luar angkasa dan alam
semesta. Di sini sekali lagi, kata tersebut digunakan dengan arti ini.
Dengan kata lain, dalam Al Qur’an dikatakan bahwa alam semesta
“mengalami perluasan atau mengembang”. Dan inilah yang kesimpulan
yang dicapai ilmu pengetahuan masa kini.

Hingga awal abad ke-20, satu-satunya pandangan yang umumnya diyakini
di dunia ilmu pengetahuan adalah bahwa alam semesta bersifat tetap dan
telah ada sejak dahulu kala tanpa permulaan. Namun, penelitian,
pengamatan, dan perhitungan yang dilakukan dengan teknologi modern,
mengungkapkan bahwa alam semesta sesungguhnya memiliki permulaan, dan
ia terus-menerus “mengembang”.

Pada awal abad ke-20, fisikawan Rusia, Alexander Friedmann, dan ahli
kosmologi Belgia, George Lemaitre, secara teoritis menghitung dan
menemukan bahwa alam semesta senantiasa bergerak dan mengembang.

Fakta ini dibuktikan juga dengan menggunakan data pengamatan pada
tahun 1929. Ketika mengamati langit dengan teleskop, Edwin Hubble,
seorang astronom Amerika, menemukan bahwa bintang-bintang dan galaksi
terus bergerak saling menjauhi. Sebuah alam semesta, di mana segala
sesuatunya terus bergerak menjauhi satu sama lain, berarti bahwa alam
semesta tersebut terus-menerus “mengembang”. Pengamatan yang
dilakukan di tahun-tahun berikutnya memperkokoh fakta bahwa alam
semesta terus mengembang. Kenyataan ini diterangkan dalam Al Qur’an
pada saat tak seorang pun mengetahuinya. Ini dikarenakan Al Qur’an
adalah firman Allah, Sang Pencipta, dan Pengatur keseluruhan alam
semesta.

3. Lautan yang tidak bercampur satu sama lain.

Salah satu di antara sekian sifat lautan yang baru-baru ini ditemukan
adalah berkaitan dengan ayat Al Quran sebagai berikut:

“Dia membiarkan dua lautan mengalir yang keduanya kemudian bertemu,
antara keduanya ada batas yang tak dapat dilampaui oleh masing-masing
… Dari keduanya keluar mutiara dan marjan.” (Al Qur’an,
55:19-20,22)

Sifat lautan yang saling bertemu, akan tetapi tidak bercampur satu
sama lain ini telah ditemukan oleh para ahli kelautan baru-baru ini.
Dikarenakan gaya fisika yang dinamakan “tegangan permukaan”, air
dari laut-laut yang saling bersebelahan tidak menyatu. Akibat adanya
perbedaan masa jenis, tegangan permukaan mencegah lautan dari
bercampur satu sama lain, seolah terdapat dinding tipis yang
memisahkan mereka. (Davis, Richard A., Jr. 1972, Principles of
Oceanography, Don Mills, Ontario, Addison-Wesley Publishing, s.
92-93.)

Dari keduanya, dapat digali berbagai kekayaan alam khususnya mutiara
dan marjan.

Sisi menarik dari hal ini adalah bahwa pada masa ketika manusia tidak
memiliki pengetahuan apapun mengenai fisika, tegangan permukaan,
ataupun ilmu kelautan, hal ini dinyatakan dalam Al Qur?an.

Suatu fenomena lain yang sering kita dapatkan adalah bahwa air lautan
yang asin, dengan air sungai-sungai besar yang tawar tidak bercampur
seketika. Orang mengira bahwa Qur-an membicarakan sungai Euphrat dan
Tigris yang setelah bertemu dalam muara, kedua sungai itu membentuk
semacam lautan yang panjangnya lebih dari 150 km, dan dinamakan Syath
al Arab. Di dalam teluk pengaruh pasang surutnya air menimbulkan suatu
fenomena yang bermanfaat yaitu masuknya air tawar ke dalam tanah
sehingga menjamin irigasi yang memuaskan. Untuk memahami teks ayat,
kita harus ingat bahwa lautan adalah terjemahan kata bahasa Arab
“Bahr” yang berarti sekelompok air yang besar, sehingga kata itu
dapat dipakai untuk menunjukkan lautan atau sungai yang besar seperti
Nil, Tigris dan Euphrat.

Dua ayat yang memuat fenomena tersebut adalah sebagai berikut:

“Dan Dialah yang membiarkan dua laut mengalir (berdampingan); yang
ini tawar lagi segar dan yang lain asin lagi pahit, Dia jadikan antara
keduanya dinding dan batas yang menghalangi.” (QS. 25:53)

“Dan tidak sama (antara) dua laut. Yang ini tawar segar sedap
diminum, dan yang ini asin lagi pahit. Dan dari masing-masing laut itu
kamu dapat memakan daging yang segar dan kamu dapat mengeluarkan
perhiasan yang dapat kamu memakainya.” (QS. 35:12)

Selain menunjukkan fakta yang pokok, ayat-ayat tersebut menyebutkan
kekayaan-kekayaan yang dikeluarkan dari air tawar dan air asin yaitu
ikan-ikan dan hiasan badan: batu-batu perhiasan dan mutiara. Mengenai
fenomena tidak campurnya air sungai dengan air laut di muara-muara hal
tersebut tidak khusus untuk Tigris dan Euphrat yang memang tidak
disebutkan namanya dalam ayat walaupun ahli-ahli tafsir mengira bahwa
dua sungai besar itulah yang dimaksudkan. Sungai-sungai besar yang
menuang ke laut seperti Missisippi dan Yang Tse menunjukkan
keistimewaan yang sama; campurnya kedua macan air itu tidak terlaksana
seketika tetapi memerlukan waktu.



Al-Qur’an diungkapkan dengan gaya bahasa dan uslub bermacam-macam
dengan pokok bahasan yang bermacam-macam pula yaitu bidang aqidah,
akhlaq dan pembentukan hukum Islam (syar’iyyah tasyri’iyyah), yang
satu sama lainnya tidak terdapat kontradiksi dan pertentangan. Allah
swt. telah memberi petunjuknya dalam Q.S. al-Nisa : 82 sebagai berikut
:

Artinya : Maka apakah mereka tidak memperhatikan al-Qur’an? Kalau
kiranya al-Qur’an itu bukan dari sisi Allah tentulah mereka
mendapatkan pertentangan yang banyak di dalamnya.

Berdasarkan ayat di atas, seandainya kita temukan ada ayat al-Qur’an
yang lahirnya kontradiktif antara satu ayat dengan ayat lainnya, maka
setelah diadakan pembahasan dan penelitian, tampaklah keserasian dan
keharmonisannya, tidak ada kontradiksi di dalamnya. Seandainya
al-Qur’an itu datang selain dari Allah, niscaya akan didapatkan
kontradiksi yang banyak di dalamnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tolong komentarnya berhubungan dengan artikel yang ada. Komentar yang mengarah ke tindakan spam akan di hapus atau terjaring secara otomatis oleh spam filter.